Baca Juga
8 Maret 8 tahun yang lalu di sebuah masjid di kampung kami, seorang laki-laki menjabat erat tangan si Bapak dalam prosesi ijab Kabul, bermaharkan surat Al-Fatihah dan sebuah tafsir Fizilalil Qur’an karya Sayyid Quthb, maka resmilah kami menjadi suami istri
Delapan tahun berlalu, tapi tetap saja ini segar dalam ingatan, menjelang ashar seorag laki-laki dengan jas berwarna hitam sudah duduk dengan tenangnya menunggu aqad, entah apa yang ada dalam fikirannya saat itu, matangkah rencanya menikahi gadis yang duduk dikelilingi keluarganya ? semoga….
Aqad di pandu seorang adik yang biasa menemani kami bertadarus jika Ramadhan datang, dipimpin oleh seorang kadi Dt Sinaro Mudo dan seorang Ust yang kami “temukan” via telepon untuk memberikan nasehat pernikahan bernama Ust Zainal.
Bapak dengan baju batik berwarna coklat duduk termenung, mungkin beliau belum percaya si bungnsunya akan beliau lepas kedunia perkawinan.
Subhanallah, serasa baru kemaren kejadian itu berlangsung, ijab qabul selesai, mahar di serahkan dan itulah kali pertama kalinya saya dengan tulus mencium tangan seorang laki-laki yang bukan muhrim.
sigad taqlid dibaca, tangis menemani hari yang memang mendung, Foto usai aqad terekam kamera dengan wajah kaku dan cupu,bahkan jauh dari senyum, yang ada mata sembab , gerimis mewakili perasaan gundah dan bahagianya kami. Pada saat hendak pulang, si Uda bilang “ naik motor aja pulang “
“ga usah…masih kikuk “
Delapan tahun berlalu, masih terngiang sang penghulu mangatakan “ baru kali ini saya menikahkan orang dengan mahar Al-Fatihah, subhanallah… “
Delapan tahun yang lalu, usai aqad…rasa sayang itu tumpah untuk laki-laki itu yang dengan bangga saya sebut Suami
“Terimakasih telah memilih Nda menjadi Istri da At….” (kutipan surat dari kado pertama untuk suami)
Pas tulisan ini berhasil di posting, sang suami pulang kerumah kami
Delapan tahun berlalu, tapi tetap saja ini segar dalam ingatan, menjelang ashar seorag laki-laki dengan jas berwarna hitam sudah duduk dengan tenangnya menunggu aqad, entah apa yang ada dalam fikirannya saat itu, matangkah rencanya menikahi gadis yang duduk dikelilingi keluarganya ? semoga….
Aqad di pandu seorang adik yang biasa menemani kami bertadarus jika Ramadhan datang, dipimpin oleh seorang kadi Dt Sinaro Mudo dan seorang Ust yang kami “temukan” via telepon untuk memberikan nasehat pernikahan bernama Ust Zainal.
Bapak dengan baju batik berwarna coklat duduk termenung, mungkin beliau belum percaya si bungnsunya akan beliau lepas kedunia perkawinan.
Subhanallah, serasa baru kemaren kejadian itu berlangsung, ijab qabul selesai, mahar di serahkan dan itulah kali pertama kalinya saya dengan tulus mencium tangan seorang laki-laki yang bukan muhrim.
sigad taqlid dibaca, tangis menemani hari yang memang mendung, Foto usai aqad terekam kamera dengan wajah kaku dan cupu,bahkan jauh dari senyum, yang ada mata sembab , gerimis mewakili perasaan gundah dan bahagianya kami. Pada saat hendak pulang, si Uda bilang “ naik motor aja pulang “
“ga usah…masih kikuk “
Delapan tahun berlalu, masih terngiang sang penghulu mangatakan “ baru kali ini saya menikahkan orang dengan mahar Al-Fatihah, subhanallah… “
Delapan tahun yang lalu, usai aqad…rasa sayang itu tumpah untuk laki-laki itu yang dengan bangga saya sebut Suami
“Terimakasih telah memilih Nda menjadi Istri da At….” (kutipan surat dari kado pertama untuk suami)
Pas tulisan ini berhasil di posting, sang suami pulang kerumah kami
Tags:
Keluarga Seruu