Baca Juga
By Munif Chatib
Dalam perkuliahan Guardian Angel (GA) di Surabaya, para mahasiswa yang berstatus beragam, mempunyai sebuah masalah yang cukup penting, yaitu tanda-tanda sekolah yang menuju kebangkrutan. Status mahasiswa beragam, ada yang menjabat sebagai direktur sekolah, kepala sekolah, pemilik sekolah, investor sekolah, litbang kurikulum sekolah, bahkan orangtua.
Saya berharap artikel ini dapat membantu memberikan pemahaman yang komprehensif terhadap institusi yang bernama sekolah. Semoga berguna bagi semua elemen sekolah, minimal dapat menghindari jangan sampai sekolah kita terperangkap dalam kondisi 'decline' atau menurun tanpa kita sadari.
Juga usulan beberapa sahabat yang luar biasa yang mempunyai ide 'gila', yaitu jika 10 tahun ini, pekerjaan saya terbanyak adalah membina sekolah yang asalnya 'pingsan' menjadi 'siuman' dan 'bangkit' lagi, lantas bagaimana dengan sekolah-sekolah yang sudah sehat, ternyata menderita penyakit yang tidak disadarinya. Yang mana penyakit itu cepat lambat membawa sekolah tersebut menuju kebangkrutan kepercayaan dan kualitas.
Manajemen adalah jantung sekolah
Saya menganalogikan dalam institusi sekolah, apapun jenjangnya mempunyai jantung, yaitu manajemen sekolah. Dapat dibayangkan,jantung ini adalah pusat kehidupan, artinya manajemen ini menjadi unsur terpenting. Seorang investor bertanya kepada saya, langkah awal apa yang harus dilakukan untuk membangun sebuah sekolah. Dengan cepat saya menjawab, membentuk manajemen yang profesional. Setelah itu barulah hal-hal yang lain dapat dikerjakan. Jika manajemen sekolah sudah terbentuk, maka struktur di bawahnya yaitu pelaksana dapat dibentuk juga. Manajemen sekolah biasanya saya sebut CONTEXT SYSTEM sedangkan pelaksana CONTENT SYSTEM. Banyak analogi untuk kedua frase ini. Analogi CONTEXT sebagai piring dan CONTENT sebagai makanan yangtersedia di atas piring tersebut. Atau analogi seekor burung merpati putih yang mempunyai dua sayap untuk terbang. Sayap pertama adalah CONTEXT dan sayap kedua adalah CONTENT. Jika kedua sayap ini terbangnya bersamaan, bersatu padau, dan bekerja sama, maka burung ini akan terbang tinggi dan hinggap ditempat yang dituju.
Setelah terbentuk dua pihak, CONTENT dan CONTEXT, yang secara terstruktur atas dan bawah. Namun secara fungsi harus bersinergi, maka kewenangan dan tanggung jawab masing-masing dirumuskan. Kedua pihak harus sepakat dan saling menghormati wilayah kewenangan masing-masing. Intervensi kewenangan akan dengan mudah terlihat jika rumusan kesepakatan wewenang dan tugas itu dibuat tertulis. Yang penting diperhatikan sebagai manajemen atau CONTEXT harus menjadi pintu masuk segala arus informasi dan perubahan-perubahan dalam sekolah tersebut. Artinya pengambil kebijakan harus dipegang oleh manajemen. Mulai perekrutan dan seleksi guru dan karyawan, kebijakan keuangan,dan kebijakan membuat legal dokumen. Pertanyaan besarnya siapa saja yang menjadi CONTEXT dan CONTENT dalam institusi sekolah tersebut? Jawabnya beragam,tergantung kondisi.
1. Duet Ketua Yayasan dan Kepala Sekolah
Ketua Yayasan sebagai CONTEXT dan Kepala Sekolah sebagai CONTENT. Struktur ini mungkin paling sederhana. Biasanya sekolah tersebut hanya memiliki satu jenjang pendidikan saja. Apakah TK, atau SD saja, atau jenjang lain. Ketua Yayasan mempunyai wewenang umum sebagai berikut:
Merekrut Kepala Sekolah, guru dan karyawan(CONTEXT).
Menentukan manajemen keuangan.
Menandatangai Kesepakatan Kerja Bersama dan SKsebagai legalitas dokumen.
Menentukan kebijakan global sekolah.
Sedangkan kepala sekolah sebagai pimpinan CONTENT bertanggungjawab terhadap pekerjaan struktur di bawahnya, yaitu para guru dan karyawan lainnya. Ketua yayasan seyogyanya tidak secara langsung intervensi kepada guru, sebab ada kepala sekolah. Demikian juga sebaliknya.
2. Duet Ketua Yayasan dan Direktur Sekolah
Ketua Yayasan sebagai CONTEXT dan Direkur Sekolah sebagai CONTENT. Struktur seperti ini biasanya jika sekolah mempunyai beberapa jenjang pendidikan. Seluruh jenjang dipimpin Direktur Sekolah, yang di bawahnya adalah para kepala sekolah masing-masing unit. Ketua yayasan seyogyanya tidak langsung intervensi kepada kepala sekolah atau bahkan guru. Kepala sekolah dan guru adalah tanggung jawab direktur sekolah.
3. Duet Direktur Sekolah dan Kepala Sekolah
Direktur Sekolah sebagai CONTEXT dan Kepala Sekolah sebagai CONTENT. Struktur ini biasanya terjadi pada sekolah yang yayasan sebagai pendiri menyerahkan total manajemen sekolah kepada orang yang berkompeten yaitu Direktur Sekolah dalam hal ini. Biasanya pengurus yayasan adalah orang-orang sibuk atau awam dalam pengelolaan dunia pendidikan. Direktur sebagai CONTEXT yang memberi laporan kepada Ketua Yayasan tentang perkembangan sekolahtersebut.
Nah ketiga matrik tersebut yang paling banyak terjadi pada struktur manajemen dunia pendidikan di Indonesia, terutama sekolah swasta. Namun yang banyak terjadi adalah ketidakjelasan pihak siapa sebagai CONTEXT dan CONTENT. Manajemen ini adalah pondasi bersirinya sebuah sekolah. Jika pondasinya sudah tidak jelas, maka akan berdampak negatif pada perkembangan sekolah selanjutnya. Terkadang sekolah yang sudah besar, namun lemah dalam hal manajemen di atas. Menurut saya hal ini sangat berbahaya. Bahkan banyak saya temukan di lapangan hubungan kerja antara direktur, kepala sekolah dan guru dengan yayasan tidak mempunyai legal dokumen secara tertulis.
Seorang sahabat sebagai kepala sekolah bilang kepada saya dengan tersenyum, "Kita pakai manajemen ikhlas pak Munif, gak pakai kontrak-kontrakan,apalagi CONTEXT dan CONTENT."
Saya hanya bisa geleng-geleng kepala mendengarkannya. Betapa sekolah sebenarnya adalah intitusi manajemen sumber manusia tingkat tinggi.Saya tidak dapat membayangkan bagaimana sekolah yang dibangun dengan pondasi manajemen yang amburadul.
Dari pengamatan saya, beberapa sekolah yang sudah jelas mempunyai struktur CONTEXT dan CONTENT masih juga menemui persoalan, yaitu intervensi yang tidak tepat. Pasangan duet antata Ketua Yayasan dan Direkturatau Direktur dengan Kepala Sekolah sering mendapat intervensi yang tidak pas secara fungsi. Biasanya intervensi itu datangnya dari atas, dalam hal ini Ketua Yayasan. Intervensi Ketua Yayasan dalam koridor untuk kebaikan manajemen sekolah sah-sah saja. Namun yang sering terjadi adalah intervensi dalam hal proses kerja. Contoh yang sering terjadi misalnya, pihak Yayasan langsung menginterupsi proses kerja guru, padahal di atasnya ada kepala sekolah dandirektur. Atau pihak yayasan intervensi langsung terhadap proses kerja kepala sekolah, padahal di atasnya ada direktur. Nah hal-hal semacam inilah jika tidak cepat diluruskan dan diselesaikan merupakan tanda-tanda kebangkrutan sebuah sekolah.
Semoga tulisan ini membantu banyak sekolah untuk menjadikanmanajemen sekolah lebih baik. Amien.
Dalam perkuliahan Guardian Angel (GA) di Surabaya, para mahasiswa yang berstatus beragam, mempunyai sebuah masalah yang cukup penting, yaitu tanda-tanda sekolah yang menuju kebangkrutan. Status mahasiswa beragam, ada yang menjabat sebagai direktur sekolah, kepala sekolah, pemilik sekolah, investor sekolah, litbang kurikulum sekolah, bahkan orangtua.
Saya berharap artikel ini dapat membantu memberikan pemahaman yang komprehensif terhadap institusi yang bernama sekolah. Semoga berguna bagi semua elemen sekolah, minimal dapat menghindari jangan sampai sekolah kita terperangkap dalam kondisi 'decline' atau menurun tanpa kita sadari.
Juga usulan beberapa sahabat yang luar biasa yang mempunyai ide 'gila', yaitu jika 10 tahun ini, pekerjaan saya terbanyak adalah membina sekolah yang asalnya 'pingsan' menjadi 'siuman' dan 'bangkit' lagi, lantas bagaimana dengan sekolah-sekolah yang sudah sehat, ternyata menderita penyakit yang tidak disadarinya. Yang mana penyakit itu cepat lambat membawa sekolah tersebut menuju kebangkrutan kepercayaan dan kualitas.
Manajemen adalah jantung sekolah
Saya menganalogikan dalam institusi sekolah, apapun jenjangnya mempunyai jantung, yaitu manajemen sekolah. Dapat dibayangkan,jantung ini adalah pusat kehidupan, artinya manajemen ini menjadi unsur terpenting. Seorang investor bertanya kepada saya, langkah awal apa yang harus dilakukan untuk membangun sebuah sekolah. Dengan cepat saya menjawab, membentuk manajemen yang profesional. Setelah itu barulah hal-hal yang lain dapat dikerjakan. Jika manajemen sekolah sudah terbentuk, maka struktur di bawahnya yaitu pelaksana dapat dibentuk juga. Manajemen sekolah biasanya saya sebut CONTEXT SYSTEM sedangkan pelaksana CONTENT SYSTEM. Banyak analogi untuk kedua frase ini. Analogi CONTEXT sebagai piring dan CONTENT sebagai makanan yangtersedia di atas piring tersebut. Atau analogi seekor burung merpati putih yang mempunyai dua sayap untuk terbang. Sayap pertama adalah CONTEXT dan sayap kedua adalah CONTENT. Jika kedua sayap ini terbangnya bersamaan, bersatu padau, dan bekerja sama, maka burung ini akan terbang tinggi dan hinggap ditempat yang dituju.
Setelah terbentuk dua pihak, CONTENT dan CONTEXT, yang secara terstruktur atas dan bawah. Namun secara fungsi harus bersinergi, maka kewenangan dan tanggung jawab masing-masing dirumuskan. Kedua pihak harus sepakat dan saling menghormati wilayah kewenangan masing-masing. Intervensi kewenangan akan dengan mudah terlihat jika rumusan kesepakatan wewenang dan tugas itu dibuat tertulis. Yang penting diperhatikan sebagai manajemen atau CONTEXT harus menjadi pintu masuk segala arus informasi dan perubahan-perubahan dalam sekolah tersebut. Artinya pengambil kebijakan harus dipegang oleh manajemen. Mulai perekrutan dan seleksi guru dan karyawan, kebijakan keuangan,dan kebijakan membuat legal dokumen. Pertanyaan besarnya siapa saja yang menjadi CONTEXT dan CONTENT dalam institusi sekolah tersebut? Jawabnya beragam,tergantung kondisi.
1. Duet Ketua Yayasan dan Kepala Sekolah
Ketua Yayasan sebagai CONTEXT dan Kepala Sekolah sebagai CONTENT. Struktur ini mungkin paling sederhana. Biasanya sekolah tersebut hanya memiliki satu jenjang pendidikan saja. Apakah TK, atau SD saja, atau jenjang lain. Ketua Yayasan mempunyai wewenang umum sebagai berikut:
Merekrut Kepala Sekolah, guru dan karyawan(CONTEXT).
Menentukan manajemen keuangan.
Menandatangai Kesepakatan Kerja Bersama dan SKsebagai legalitas dokumen.
Menentukan kebijakan global sekolah.
Sedangkan kepala sekolah sebagai pimpinan CONTENT bertanggungjawab terhadap pekerjaan struktur di bawahnya, yaitu para guru dan karyawan lainnya. Ketua yayasan seyogyanya tidak secara langsung intervensi kepada guru, sebab ada kepala sekolah. Demikian juga sebaliknya.
2. Duet Ketua Yayasan dan Direktur Sekolah
Ketua Yayasan sebagai CONTEXT dan Direkur Sekolah sebagai CONTENT. Struktur seperti ini biasanya jika sekolah mempunyai beberapa jenjang pendidikan. Seluruh jenjang dipimpin Direktur Sekolah, yang di bawahnya adalah para kepala sekolah masing-masing unit. Ketua yayasan seyogyanya tidak langsung intervensi kepada kepala sekolah atau bahkan guru. Kepala sekolah dan guru adalah tanggung jawab direktur sekolah.
3. Duet Direktur Sekolah dan Kepala Sekolah
Direktur Sekolah sebagai CONTEXT dan Kepala Sekolah sebagai CONTENT. Struktur ini biasanya terjadi pada sekolah yang yayasan sebagai pendiri menyerahkan total manajemen sekolah kepada orang yang berkompeten yaitu Direktur Sekolah dalam hal ini. Biasanya pengurus yayasan adalah orang-orang sibuk atau awam dalam pengelolaan dunia pendidikan. Direktur sebagai CONTEXT yang memberi laporan kepada Ketua Yayasan tentang perkembangan sekolahtersebut.
Nah ketiga matrik tersebut yang paling banyak terjadi pada struktur manajemen dunia pendidikan di Indonesia, terutama sekolah swasta. Namun yang banyak terjadi adalah ketidakjelasan pihak siapa sebagai CONTEXT dan CONTENT. Manajemen ini adalah pondasi bersirinya sebuah sekolah. Jika pondasinya sudah tidak jelas, maka akan berdampak negatif pada perkembangan sekolah selanjutnya. Terkadang sekolah yang sudah besar, namun lemah dalam hal manajemen di atas. Menurut saya hal ini sangat berbahaya. Bahkan banyak saya temukan di lapangan hubungan kerja antara direktur, kepala sekolah dan guru dengan yayasan tidak mempunyai legal dokumen secara tertulis.
Seorang sahabat sebagai kepala sekolah bilang kepada saya dengan tersenyum, "Kita pakai manajemen ikhlas pak Munif, gak pakai kontrak-kontrakan,apalagi CONTEXT dan CONTENT."
Saya hanya bisa geleng-geleng kepala mendengarkannya. Betapa sekolah sebenarnya adalah intitusi manajemen sumber manusia tingkat tinggi.Saya tidak dapat membayangkan bagaimana sekolah yang dibangun dengan pondasi manajemen yang amburadul.
Dari pengamatan saya, beberapa sekolah yang sudah jelas mempunyai struktur CONTEXT dan CONTENT masih juga menemui persoalan, yaitu intervensi yang tidak tepat. Pasangan duet antata Ketua Yayasan dan Direkturatau Direktur dengan Kepala Sekolah sering mendapat intervensi yang tidak pas secara fungsi. Biasanya intervensi itu datangnya dari atas, dalam hal ini Ketua Yayasan. Intervensi Ketua Yayasan dalam koridor untuk kebaikan manajemen sekolah sah-sah saja. Namun yang sering terjadi adalah intervensi dalam hal proses kerja. Contoh yang sering terjadi misalnya, pihak Yayasan langsung menginterupsi proses kerja guru, padahal di atasnya ada kepala sekolah dandirektur. Atau pihak yayasan intervensi langsung terhadap proses kerja kepala sekolah, padahal di atasnya ada direktur. Nah hal-hal semacam inilah jika tidak cepat diluruskan dan diselesaikan merupakan tanda-tanda kebangkrutan sebuah sekolah.
Semoga tulisan ini membantu banyak sekolah untuk menjadikanmanajemen sekolah lebih baik. Amien.